top of page

Untuk melihat lebih banyak studi Alkitab dalam bahasa Indonesia, klik di sini.

3. What Lies Beyond Death's Door?

3. Apa yang Membentang di Luar Pintu Kematian?

Pengalaman Menjelang Kematian

 

Pada tahun 1976, ketika saya sedang bersiap-siap untuk melakukan perjalanan darat melintasi Asia dari Inggris, saya menyadari bahwa saya membutuhkan beberapa suntikan vaksinasi terhadap jenis-jenis penyakit yang umum di India dan beberapa negara yang akan segera saya kunjungi. Dokter yang mengurus suntikan tersebut memperingati saya untuk tidak meminum alkohol selama minimal 24 jam. Kemudian malam harinya, saya melakukan sesuatu yang benar-benar bodoh. (Tolong jangan tiru ini di rumah!) Saya tidak mengikuti saran sang dokter. Sekarang dapat saya katakan, sejak menjadi seorang pengikut Kristus 34 tahun yang lalu, saya semakin bijaksana daripada sebelumnya, namun dalam masa remaja dan awal usia 20an, hidup saya penuh dengan pilihan-pilihan yang bodoh. Saya masih pecandu berat Mariyuana, sehingga tidak satu malam pun saya dapat melewati tanpa zat yang merangsang tersebut.

 

Saya telah memiliki rencana di malam hari saya setelah mengunjungi dokter; bahwa saya bertemu dengan teman-teman yang akan melepas saya dengan minum-minum bersama di pub sebelum perjalanan saya melintasi Eropa dan Asia. Sesuai dengan peringatan dokter, sebelum saya keluar, saya memberitahukan kepada diri saya sendiri bahwa saya tidak boleh minum. Sebuah keputusan yang bijaksana, tetapi tentunya sedikit ganja (bentuk yang lebih kuat dari mariyuana) tidak akan melukai, bukan? Memerlukan waktu yang sangat lama untuk menghisap ganja yang saya miliki, sehingga saya memakannya dan kemudian berjalan ke pub untuk bertemu teman-teman saya. Segera setelah tiba, teman-teman saya membelikan saya setengah pint bir. Saya berpikir bahwa hanya setengah pint bir; tentunya, jumlah yang sedikit itu tidak akan melukai saya. Di sisi lain, saya tidak ingin berlaku kasar pada teman-teman saya.

 

Saya yakin kekuatan penalaran saya dipengaruhi oleh ganja yang telah saya makan. Segera setelah meminum bir tersebut, saya mulai merasa tidak enak. Saya tidak dapat mengendalikan hal yang terjadi di dalam tubuh saya. Jumlah ganja yang telah saya konsumsi, ditambah alkohol, sepertinya terlalu berlebihan bagi sistem tubuh saya sesuai dengan suntikan vaksinasi yang saya lakukan sebelumnya, dan saya mulai berpikir mengenai peringatan dokter. Saya keluar dari pub karena mengetahui sesuatu yang buruk sedang terjadi pada diriku. Saya memutuskan bahwa saya harus pulang ke apartemen. Entah bagaimana, saya menyadari bahwa saya dekat dengan kematian.

 

Saya berjalan terhuyung-huyung ke dalam apartemen, berbaring di sofa, dan kemudian sesuatu yang aneh terjadi, sesuatu yang mengubah segala sesuatu yang saya percayai sebelumnya. Sesungguhnya saya meninggalkan tubuh saya dan melayang sejajar dengan langit-langit di sisi lain dari ruangan dan melihat pada tubuh saya. Ini bukanlah sebuah penglihatan ataupun mimpi; ini adalah kenyataan. Tubuh saya ada di sofa, tetapi saya tidak ada di sana! Saya mulai menangis agar Tuhan berkemurahan bagi diri saya. Sampai saat itu, saya masih sepenuhnya seorang ateis tanpa seorangpun kenalan ataupun keluarga Kristen. Saya pikir saya tidak percaya pada Tuhan, tetapi tiba-tiba saya berdoa, seakan-akan tidak ada hari esok, dan menyangsikan hari esok.

Kepercayaan saya kala itu ialah ketika saya mati, saya mati. Namun, teologi saya berubah dalam sekejap – saya sedang menangis kepada Tuhan yang tidak saya percayai. Saya berjanji kepada-Nya bahwa, jika Dia mengizinkan saya hidup, maka saya akan memberikan hidup saya kepada-Nya; saya akan melakukan apapun yang Dia inginkan. Hidup menjadi sangat berharga, sebab saya tidak yakin kemana saya akan pergi jika pengalaman ini adalah akhir. Tiba-tiba, pengalaman itu berakhir, dan saya kembali ke tubuh saya, hidup kembali oleh karunia Allah.

 

Pertanyaan Pembuka: Pernahkah Anda memiliki pengalaman menjelang kematian atau harus berpisah dengan orang terdekat? Bagikanlah pengalamanmu dengan yang lain.

 

Pertempuran saya dengan kematian merupakan titik balik dalam hidup saya. Sekalipun saya telah menjanjikan hidup saya untuk Kristus, esok harinya saya mengingkari janji saya, tanpa memiliki pengertian sepenuhnya mengenai siapa Tuhan dan bagaimana menemukan-Nya. Yang saya tahu atau percayai kala itu ialah bahwa ada sesuatu di luar kehidupan di planet ini. Saya disadarkan bahwa hidup tidaklah terbatas pada tubuh jasmani ini. Saya menjadi tertarik dengan hidup setelah kematian, mencoba untuk memahami apa yang akan terjadi setelah kematian. Saya pernah pergi ke sebuah gereja spiritualis tetapi tidak mampu benar-benar masuk untuk menemukan hal yang mereka percayai. Rasanya seperti ada beberapa penghalang tak terlihat di depan pintu, dan setiap kali saya mencoba untuk masuk, jantung saya mulai berpacu, dan saya tidak bisa masuk. Allah sangat setia untuk melindungi saya dari spiritualisme dan okultisme.

 

Ketika saya berusaha untuk memahami, saya menemukan sebuah buku yang ditulis oleh seorang dokter yang membawa beberapa pasiennya kembali dari pengalaman menjelang kematian. Nama buku tersebut ialah “Life after Life”, oleh Raymond A. Moody, MD. Sepanjang 1970an, berbagai peralatan baru resusitasi (alat untuk menyadarkan kembali orang yang baru meninggal dunia) tersedia secara luas sehingga banyak orang mulai bertahan dalam kasus-kasus yang biasanya akan terbukti meninggal dunia. Beberapa dari pasien ini memberitahukannya mengenai pengalaman mereka setelah meninggal dunia. Dokter Moody begitu tertarik dengan kisah yang dibagikan pasien-pasiennya, sehingga dia mulai berbicara dengan dokter-dokter lainnya, dan akhirnya memperoleh sebuah data kasus hingga lebih dari 150 orang yang telah mengalami kematian dan hidup kembali setelah diresusitasi. Banyak dari kasus-kasus menarik mereka dibagikan di bukunya. Ada kesamaan mencolok dari cerita yang dibagikan oleh 150 orang ini. Dari dasar persamaan cerita ini, ia mengumpulkan sebuah ringkasan, gambar “khas” yang akan dialami seseorang pada titik kematian secara teoritis:

 

Seseorang yang sedang sekarat dan saat ia tiba pada titik tekanan fisik terberat, ia mendengar dirinya dinyatakan meninggal oleh dokternya. Ia mulai mendengar suara-suara yang tidak nyaman, sebuah deringan atau dengungan keras, dan pada saat yang sama merasa dirinya bergerak dengan sangat cepat melalui sebuah terowongan gelap yang panjang. Setelah ini, ia tiba-tiba menemukan dirinya di luar dari tubuh fisiknya, tetapi tetap dekat dengan lingkungan fisiknya, dan ia melihat tubuhnya sendiri dari kejauhan seakan-akan ia adalah penonton. Ia menyaksikan upaya resusitasi dari sudut pandang yang tidak biasa ini dan dalam keadaan pergolakan emosi.

 

Setelah sesaat, ia mengumpulkan dirinya sendiri dan menjadi terbiasa dengan kondisinya yang aneh. Ia memperhatikan bahwa ia masih memiliki sebuah “tubuh” tetapi dari sebuah natur dan kekuatan yang sangat berbeda dari tubuh fisik yang ia tinggalkan. Segera hal-hal yang lain mulai terjadi. Orang-orang lain datang untuk bertemu dan membantunya. Ia memandang sekilas roh-roh kerabat dan teman-temannya yang telah meninggal, dan sesosok roh yang hangat penuh kasih dari jenis yang tidak pernah ditemui sebelumnya – makhluk bercahaya – muncul di hadapannya. Makhluk ini menanyakan sebuah pertanyaan, secara non verbal, untuk membuat dia mengevaluasi dirinya dan menolongnya dengan menunjukkan sebuah panaroma, pemutaran sesaat dari peristiwa besar hidupnya. Pada titik tertentu ia menemukan dirinya mendekati beberapa penghalang atau pembatas, tampaknya mewakili batas antara hidup duniawi dan hidup selanjutnya. Namun, ia menemukan bahwa ia harus kembali ke bumi, waktu kematiannya belum tiba. Pada titik ini ia menolak, sebab sekarang ia dibawa dengan pengalamannya di akhirat dan tidak ingin kembali. Ia diliputi dengan perasaan sukacita, kasih, dan damai yang hebat. Meskipun demikian sikapnya, entah bagaimanapun ia bersatu kembali dengan tubuh fisiknya dan hidup kembali.

 

Kemudian ia mencoba untuk memberitahukan kepada orang lain, tetapi ia mengalami kesulitan. Pertama, ia tidak dapat menemukan kata-kata manusia yang memadai untuk menggambarkan episode-episode yang tidak wajar ini. Ia juga menemukan bahwa orang-orang lain mengejeknya, sehingga ia berhenti menceritakannya kepada orang lain. Namun, pengalamannya mempengaruhi hidupnya secara mendalam, terutama pada pandangan-pandangannya mengenai kematian dan hubungannya dengan kehidupan.”

 

Saya tidak tahu apakah Raymond Moody adalah seorang Kristen ketika dia menulis bukunya, atau apakah dia memiliki kepercayaan lainnya. Dia tidak mengkhususkan mengenai orang-orang yang membagikan pengalamannya adalah orang-orang yang beriman atau tidak. Beberapa dari mereka adalah orang beriman, namun ini bukanlah alasan bagi bukunya. Bukunya murni untuk meninjau pengalaman kematian dari sudut pandang ilmiah.

 

Tentu saja, kita harus meragukan buku-buku mengenai akhirat sebab Yesus memberitahukan kepada kita bahwa di akhir zaman akan banyak bermunculan nabi-nabi palsu (Matius 24:11). Pada tahun 1992, Betty Eadie menyatakan memiliki sebuah pengalaman meninggalkan tubuhnya, dan dalam bukunya, Embraced by the Light, misalnya, dia mengaku telah diberitahu bahwa Hawa tidak jatuh dalam pencobaan tetapi telah membuat sebuah keputusan secara sadar untuk mewujudkan kondisi yang diperlukan bagi kemajuan menuju masa keilahian. Kemudian, ada buku Heaven is for Real, dimana pendeta Wesleyan, Todd Burpo memberitahukan kepada kita mengenai anaknya yang berumur 3 tahun, Colton mengalami sebuah perjalanan ke surga dan kembali lagi. Dia menyatakan bahwa Allah terlihat seperti Gabriel, hanya lebih besar, memiliki mata biru, rambut kuning dan sayap-sayap yang lebar; Yesus dengan mata hijau laut kebiru-biruan, rambut coklat, tidak memiliki sayap, namun dengan kuda bewarna pelangi; dan Roh Kudus yang kebiru-biruan dan sulit terlihat. Sebagai orang Kristen, kita tidak dapat menerima pernyataan-pernyataan ini sebagai kebenaran.

 

Secara pribadi, saya tidak membaca buku-buku jenis demikian, sebab ketika saya membaca Kitab Suci mengenai orang-orang yang melihat Yesus di balik tabir, mereka yang melihat-Nya akan diliputi kekaguman dan tersungkur di kaki-Nya bagaikan orang mati. Seperti yang dialami rasul Yohanes dalam Kitab Wahyu, pasal satu, ayat ketujuh-belas. Satu-satunya kitab yang dapat kita percayai mengenai hal-hal kekal dalam Alkitab. Saya akan berusaha mengajarkan Anda hal-hal yang jelas dalam Kitab Suci.

 

Topik mengenai kekekalan adalah sebuah topik yang penting untuk kita mengerti, sebab musuh dari jiwa kita memakai perasaan takut akan kematian untuk menimbulkan kekhawatiran sehingga mempengaruhi pengambilan keputusan kita. Untuk menjadi seorang murid Kristus yang dewasa bergantung pada penerimaan Anda terhadap kebenaran-kebenaran Alkitabiah mendasar yang seharusnya diletakkan pada awal hidup kekristenan Anda. Dua dari kebenaran-kebenaran mendasar yang kami harapkan untuk dibangun dalam hidup Anda sebagai hasil dari yang akan Anda pelajari selama beberapa minggu berikutnya adalah sebagai berikut:

 

Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah, 2yaitu ajaran tentang pelbagai pembaptisan, penumpangan tangan, kebangkitan orang-orang mati dan hukuman kekal. (Ibrani 6:1-2, Penekanan saya).

 

Jika Anda menerapkan hal-hal yang Anda pelajari dan menyimpannya dalam hati, ajaran-ajaran dasar ini menolong Anda dalam perjalanan Anda menuju kedewasaan di dalam Kristus. Beberapa hal yang kita telusuri nanti akan menjadi “berat”, sebab kita akan melihat apa yang Yesus ajarkan mengenai neraka maupun sorga. Yesus membuat banyak rujukan terhadap hidup setelah kematian, sehingga penting sekali untuk memperoleh pemahaman penuh mengenai apa yang Dia ajarkan dalam rangka mempersiapkan diri kita untuk hari penghakiman. Hari ini, banyak orang enggan menyebutkan hal-hal ini sebab kita hidup dalam sebuah budaya materialisme. Hanya yang dapat kita sentuh dan lihat yang dianggap sebagai kenyataan, dan segala sesuatu yang tidak dapat ditimbang, diukur, disentuh atau dilihat perlu diragukan; bagaimana kita dapat percaya pada apa yang tidak dapat kita lihat?

 

Yesus menghidupi hidup-Nya dengan cara yang sepenuhnya berbeda. Dia menantang kita untuk membuka mata rohani kita dan melihat harta dalam hidup yang akan datang. Jika kita dapat melihat dengan jelas dan mengetahui melampaui bayangan keraguan bahwa kita menghidupi hidup ini sebagai persiapan untuk hidup berikutnya, hal ini akan mengubah pilihan-pilihan kita secara radikal dalam kehidupan ini. Kita akan bijaksana untuk mempertimbangkan hal-hal sekarang ini, selagi kita memiliki waktu untuk membuat perbedaan, bukan hanya untuk hidup kita tetapi juga untuk sekitar kita. Hidup ini berlangsung namun hanya sekejap dibandingkan dengan kekekalan, dan seperti yang pernah dikatakan oleh Stephen Hawking, “Kekekalan adalah waktu yang sangat panjang, terutama menjelang akhirnya.”

 

1) Apa yang membuat Anda terpukul setelah Anda membaca mengenai pengalaman menjelang kematian ini? 2) Bagaimana menurut Anda bahwa hidup akan berubah jika Anda memiliki pengalaman menjelang kematian seperti ini dan diizinkan untuk kembali menjalankan sisa hidup Anda?

 

Apakah Alkitab mengajarkan mengenai Jiwa yang Tidur?

 

Beberapa orang percaya bahwa ketika seorang Kristen meninggal dunia, jiwanya tertidur dan dia tidak sadar hingga kedatangan Yesus untuk mengangkat gereja-Nya. Alkitab memiliki beberapa ayat-ayat dimana Yesus berbicara mengenai kematian bagi seorang Kristen sebagai “tidur”. Dalam kasus ketika Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian, Dia sengaja menunggu dua hari lagi sebelum akhirnya Dia pergi ke kubur Lazarus (Yohanes 11:6). Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa Yesus menunggu sebelum memulai perjalanan-Nya ke Yerusalem untuk membangkitkan Lazarus? Orang Yahudi memiliki sebuah tradisi bahwa jiwa seseorang masih dapat bergantung di sekitar tubuhnya hingga tiga hari sesudahnya. Yesus sengaja menunggu agar Dia dapat membuktikan kepada kaum skeptis bahwa Dia memiliki kuasa atas kematian. Lazarus tidak sedang tertidur di kubur, dia telah mati.

 

11Demikianlah perkataan-Nya, dan sesudah itu Ia berkata kepada mereka: “Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya.” 12Maka kata murid-murid itu kepada-Nya: “Tuhan, jikalau ia tertidur, ia akan sembuh.” 13Tetapi maksud Yesus ialah tertidur dalam arti mati, sedangkan sangka mereka Yesus berkata tentang tertidur dalam arti biasa (Yohanes 11:11-13).

 

Jawab Yesus: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.” (Yohanes 11:25-26).

 

Tuhan juga membicarakan kematian sebagai tidur ketika Dia membangkitkan anak perempuan Yairus dari kematian:

49Ketika Yesus masih berbicara, datanglah seorang dari keluarga kepala rumah ibadat itu dan berkata: “Anakmu sudah mati, jangan lagi engkau menyusahkan Guru!” 50Tetapi Yesus mendengarnya dan berkata kepada Yairus: “Jangan takut, percaya saja, dan anakmu akan selamat.” 51Setibanya di rumah Yairus, Yesus tidak memperbolehkan seorang pun ikut masuk dengan Dia, kecuali Petrus, Yohanes dan Yakobus dan ayah anak itu serta ibunya. 52Semua orang menangis dan meratapi anak itu. Akan tetapi Yesus berkata: “Jangan menangis; ia tidak mati, tetapi tidur." 53Mereka menertawakan Dia, karena mereka tahu bahwa anak itu telah mati. 54Lalu Yesus memegang tangan anak itu dan berseru, kata-Nya: “Hai anak bangunlah!” 55Maka kembalilah roh anak itu dan seketika itu juga ia bangkit berdiri. Lalu Yesus menyuruh mereka memberi anak itu makan. 56Dan takjublah orang tua anak itu, tetapi Yesus melarang mereka memberitahukan kepada siapa pun juga apa yang terjadi itu. (Lukas 8:49-56, Penekanan saya).

 

3) Apa yang dapat kita pelajari mengenai kematian dari ayat-ayat ini? Hal-hal apakah yang menarik perhatianmu?

 

Orang percaya dalam Kristus tidak pernah mati; ia terpisah dari tubuhnya, sebuah keadaan yang Yesus sebut sebagai “tidur”. Ketika Yesus memegang tangan anak itu dan memerintahkannya untuk bangun, rohnya kembali. Dimanakah anak itu sebelumnya? Tubuhnya telah mati dan terbaring di atas tempat tidur di hadapan Tuhan dan ketiga murid-Nya, namun pribadinya yang nyata, rohnya, ada di tempat lain. Tidakkah Anda ingin mengetahui apakah yang ia alami? Menurut Tuhan Yesus, seseorang hanya dikatakan mati, ketika ia tidak memiliki hubungan dengan Kristus (Efesus 2:1,5). Roh dan jiwa tampaknya digunakan bergantian dalam Alkitab. Dalam Perjanjian Lama, 1 Raja-raja 17:17, seorang anak berhenti bernafas (terjemahan NIV). Dalam bahasa Ibrani, secara literal menyebut jiwanya (Ibr “nephesh”) pergi. Dalam ayat 22 pada bagian yang sama, kita diberitahukan bahwa hidup anak itu kembali kepadanya setelah doa Elia. Kata Ibrani yang dipakai di sini ialah “nephesh” yang mana secara literal mengatakan bahwa jiwa anak itu kembali.

 

Kita diberitahukan bahwa pada saat ini, di sorga, ada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna (Ibrani 12:23), dan di tempat lain, ketika Kristus kembali bagi gereja-Nya saat pengangkatan, “bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia” (1 Tesalonika 4:14). Tubuh mereka ada dalam kubur, tetapi mereka sendiri, bagian yang tak terlihat dari natur kita, roh dan jiwa kita, ada bersama-sama dengan Tuhan. Kita akan melihat lebih dekat bagian ini di kemudian hari.

 

Ketika seorang laki-laki ingin mengikut Yesus tetapi hendak menghadiri pemakaman ayahnya terlebih dahulu, Yesus berkata, “Ikutlah Aku dan biarlah orang mati menguburkan orang-orang mati mereka” (Matius 8:22). Orang mati tidak dapat mengatur kebutuhan pemakamannya; yang Yesus maksudkan ialah biarlah orang-orang yang mati secara rohani mengatur kebutuhan pemakaman dari ayahnya; hal yang terpenting bagi murid-murid ialah meraih kematian sebelum mereka mati.

 

Ketika saya masuk ke dalam mobil saya, ia masih dalam keadaan mati sampai saya menyalakan mesinnya. Tidaklah berguna sama sekali jika saya tidak mengendarainya. Demikian pula, saya yang sesungguhnya adalah gabungan dari roh dan jiwa yang “mengendarai” tubuh saya. Pribadi yang sesungguhnya tetap hidup melewati kematian. Hidup jauh lebih daripada hanya tubuh daging ini.

 

Di pemakaman kita menguburkan sesuatu bukan seseorang; rumah dan bukan penghuni yang diturunkan ke dalam kubur. Verna Wright.

 

1Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia (2 Korintus 5:1).

 

Seorang sahabat baik kami yang tinggal di Israel, seorang non-Yahudi bernama Christine, hamil beberapa tahun lalu. Ia keguguran dan pendarahan di lantai rumahnya. Ia meninggal dalam genangan darahnya sendiri. Ketika rohnya meninggalkan tubuhnya, segera ia mulai melihat wajah-wajah yang familiar dari almarhum keluarga dan teman-temannya yang telah meninggal terlebih dahulu. Perasaan yang sangat tenteram memenuhinya saat semuanya mulai bernyanyi untuknya, “Selamat datang, Christine.” Sebelum ia berdiri, Tuhan Yesus menyambutnya. Yesus berkata kepadanya bahwa ia boleh memilih untuk tinggal di sana atau kembali untuk menyelesaikan pekerjaan yang telah Tuhan berikan kepadanya.

 

Pada titik itu, ia mendengar di belakangnya, suara suaminya yang baru saja masuk ke dalam ruangan dimana tubuhnya terbaring. Dia memerika denyut nadinya dan melihat bahwa Christine telah berpulang. Dia mulai menangis kepada Tuhan dalam penderitaan hati mendalam, meminta Tuhan untuk mengembalikannya. Christine menceritakan kepada saya bahwa dia tidak ingat apakah membuat keputusan untuk kembali, tetapi pada titik itu dia kembali pada tubuhnya, membuka matanya, dan memberitahukan suaminya jangan takut dan meminta untuk membawanya ke Rumah Sakit. Ketika mereka berdua tiba di Rumah Sakit, para perawat dan dokter memberikannya transfusi darah, sambil bertanya-tanya pada diri mereka sendiri bagaimana mungkin dia tidak meninggal setelah kehilangan darah yang sangat banyak. Tuhan berkemurahan untuk campur tangan di dalamnya dan memberikannya beberapa tahun lagi untuk menyelesaikan pekerjaannya di Israel. Dia telah melihat banyak mukjizat terjadi di Yerusalem, Israel, karena dia hidup dalam pelayanan sepenuh waktu bagi orang Israel.

 

4) Apakah Anda ingat saat dalam kehidupanmu dimana mungkin ada pertolongan supranatural membebaskan Anda dari kecelakaan yang dapat berakibat kematian?

 

15Berharga di mata TUHAN kematian orang-orang kudus-Nya. (Mazmur 116:15, NIV).

 

15Berharga (penting dan tidak gampangan) di mata TUHAN kematian orang-orang kudus-Nya (orang-orang yang dikasihi-Nya) (Mazmur 116:15, Amplified Bible)

 

5) Mengapa Tuhan senang dengan kematian umat-Nya, yang telah mempercayakan hidupnya kepada Dia?

 

Bagaimana bisa Tuhan senang dengan kematian kita seolah-olah yang terjadi ialah bahwa kita sedang tertidur? Jika kita tidak sadar akan titik kematian, mengapa Yesus mengatakan kata-kata berikut ini kepada pencuri di kayu salib? “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:43). Dia tidak berkata, “pada akhir zaman setelah tidur yang nyenyak, engkau akan bersama dengan-Ku di Firdaus.” Jelas bahwa Yesus sedang mengajarkan bahwa sebelum hari berakhir, pria itu akan hidup dan berada di Firdaus bersama dengan Yesus.

 

Apakah ada Tempat Menengah bagi Mereka yang Tidak Cukup Baik?

 

Mengapa Alkitab sama sekali diam mengenai tempat menengah yang disebut api penyucian?

 

Menurut Ensiklopedia Katolik, api penyucian adalah “sebuah tempat atau kondisi penghukuman sementara bagi mereka yang oleh karunia Allah meninggalkan hidup ini namun belum sepenuhnya merdeka dari kesalahan-kesalahan ringan atau belum membayar penuh upah dari pelanggaran-pelanggaran mereka.” Ringkasnya, dalam teologi Katolik, api penyucian adalah tempat bagi jiwa seorang Kristen setelah kematian untuk disucikan dari dosa-dosa yang belum terbayar sepenuhnya selama hidupnya. Apakah doktrin api penyucian ini selaras dengan Alkitab? Sepenuhnya tidak! 

 

Yesus mati untuk membayar hukuman atas seluruh dosa kita (Roma 5:8). Yesaya 53:5 menyatakan,

Tetapi Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.

 

Yesus menderita bagi dosa-dosa kita agar kita dapat dilepaskan dari penderitaan. Dengan mengatakan bahwa kita harus menderita bagi dosa-dosa kita adalah mengatakan bahwa penderitaan Yesus masih belum cukup. Mengatakan bahwa kita harus menebus dosa-dosa kita dengan menyucikannya di api penyucian sama dengan menyangkal kecukupan korban penebusan Yesus (1 Yohanes 2:2). Pemikiran bahwa kita harus menderita bagi dosa-dosa kita setelah mati sangat kontras dengan seluruh pernyataan Alkitab mengenai keselamatan.

 

Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan. (Ibrani10:14).

 

Kadang-kadang Orang Dapat Melihat Dua Dunia saat Mereka Sekarat

 

Kadang-kadang, saat orang sedang sedang sekarat, roh mereka sering melayang di antara bumi dan sorga dimana mereka dapat melihat kedua dunia. Beberapa jam sebelum penginjil Dwigh L. Moody meninggal dunia, dia melihat sekilas kemuliaan yang menantinya. Bangun dari tidurnya, ia berkata:

 

Bumi menyusut, langit terbuka di hadapanku. Jika ini adalah kematian, betapa manisnya! Tidak ada lembah di sini. Tuhan memanggilku, dan saya harus pergi!” Anaknya yang berdiri di sisi ranjangnya berkata, “Tidak, tidak ayah, engkau sedang bermimpi.” “Tidak,” kata Tuan Moody, “Saya tidak sedang bermimpi; saya telah berada di dalam gerbang; saya telah melihat wajah anak-anak.” Beberapa saat berlalu dan kemudian, melanjutkan sesuatu yang tampak bagi keluarganya seperti perjuangan menghadapi kematian, ia berkata lagi: “Ini kemenanganku; ini hari pemahkotaanku! Ini mulia!”

 

Beberapa akan berkata bahwa Moody sedang bermimpi, namun Alkitab juga memberitahukan kita seseorang yang juga melihat kedua dunia menjelang kematiannya. Kita berbicara mengenai Stefanus. Bagian di bawah ini terjadi sesaat setelah ia membagikan Injil dengan beberapa orang yang menganiaya orang-orang Kristen:

 

54Ketika anggota-anggota Mahkamah Agama itu mendengar semuanya itu, sangat tertusuk hati mereka. Maka mereka menyambutnya dengan gertakan gigi.55Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. 56Lalu katanya: “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.”57Maka berteriak-teriaklah mereka dan sambil menutup telinga serentak menyerbu dia.58Mereka menyeret dia ke luar kota, lalu melemparinya. Dan saksi-saksi meletakkan jubah mereka di depan kaki seorang muda yang bernama Saulus. 59Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.” 60Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Dan dengan perkataan itu meninggallah (tertidurlah) ia. (Kisah Para Rasul 7:54-60, Penekanan saya).

 

Dapatkah kita dengan jujur percaya bahwa setelah melihat Yesus berdiri menerima dia, Stefanus, si manusia Allah, kemudian jatuh dalam tidur yang tidak disadari? Tuhan bukanlah Tuhan atas orang-orang yang tidur! Kita terpisah dengan tubuh fisik kita di kubur, namun setiap kita hidup melampaui kematian. Saya percaya bahwa Alkitab mengajarkan kita bahwa kekekalan dimulai bagi setiap kita pada titik kematian. Bukankah itu yang dikatakan Yesus mengenai Abraham, Ishak, dan Yakub?

 

26Dan juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam cerita tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya: Akulah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? 27Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Kamu benar-benar sesat!” (Markus 12:26-27).

 

Rasul Paulus menulis: “kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan.” (2 Korintus 5:8). Dia juga menulis kepada jemaat di Filipi mengenai keinginannya untuk mati dan bersama dengan Kristus:

 

22Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. 23Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus – itu memang jauh lebih baik; 24tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu. (Filipi 1:22-24).

 

Perhatikan bahwa Paulus tidak berharap untuk menjadi tidak sadarkan diri dalam tidur ketika dia mati; dia sepenuhnya berharap untuk menjadi sangat hidup. Dia menyebutnya jauh lebih baik! Kata, “pergi” dalam ayat 23 di atas diterjemahkan dari bahasa Yunani yang digunakan untuk melepaskan sebuah jangkar. A.T. Robertson menerjemahkannya, “Untuk membongkar jangkar dan berlayar ke laut.” Jika Paulus sedang mempersiapkan dirinya untuk tidur selama dua ribu tahun, saya tidak melihat bagaimana dapat disebut sebagai “jauh lebih baik.”

 

Victor Hugo pernah menulis: “Ketika saya turun ke kubur dapat saya katakan, seperti kebanyakan orang lainnya: Saya telah menyelesaikan pekerjaan saya, tapi saya tidak dapat berkata saya telah menyelesaikan hidup saya. Pekerjaan harian saya akan dimulai keesokan paginya. Kubur saya bukanlah sebuah gang buntu. Ini adalah sebuah jalan raya. Ditutup di senja hari untuk dibuka saat fajar.”

 

Ruth Graham Bell dalam bukunya, Legacy of a Pack Rat memberitahukan kisah yang telah diverifikasi mengenai nenek Pendeta Humphrey Armistead dari Montreat, Carolina Utara:

 

Ruangan itu senyap dan agak gelap. Wanita tua itu terbaring di atas bantalnya mendengarkan anaknya, Robert, berbicara mengenai keluarga, teman-temannya dan hal-hal lain yang menarik baginya. Dia menantikan kunjungannya sehari-hari. Madison, dimana mereka tinggal, tidak jauh dari Nashville, dan Robert menghabiskan sebanyak mungkin waktu bersama dengan ibunya, mengetahui, karena sakit yang diderita ibunya, setiap kunjungan mungkin menjadi yang terakhir. Ketika ia berbicara, matanya menatap pada setiap lekuk dari wajah ibunya yang penuh kasih, setiap garis – dan ada lebih banyak garis daripada lengkungan sekarang – rambut putihnya, matanya yang lelah namun penuh kasih. Ketika waktunya untuk pulang, ia mencium kening ibunya dengan lembut, memastikannya bahwa ia akan kembali lagi keesokan harinya. Tiba di rumahnya di Madison, ia menemukan Robin, putra tujuh belas tahunnya sedang terserang sakit demam yang aneh. Beberapa hari berikutnya waktunya benar-benar tersita di antara putra dan ibunya. Dia tidak memberitahukan ibunya mengenai penyakit Robin. Robin adalah cucu tertuanya – kebanggaan dan sukacita hidupnya. Kemudian, tiba-tiba, Robin meninggal. Kematiannya mengejutkan seluruh masyarakat serta keluarganya. Semuanya terjadi begitu cepat. Dan tujuh belas tahun sungguh terlalu muda untuk meninggal.

 

Begitu pemakaman usai, Tuan Armistead segera pergi ke sisi ranjang ibunya, berdoa agar tidak ada gerak-geriknya yang menunjukkan kenyataan bahwa ia baru saja menguburkan putra sulungnya. Hal itu akan terlalu berat untuk dapat ditanggung oleh ibunya dalam kondisinya yang demikian. Dokter ada di dalam ruangan ketika ia masuk. Ibunya terbaring dengan matanya yang tertutup, “Ia sedang koma,” kata dokter dengan lembut. Ia tahu tekanan yang sedang menimpa laki-laki ini, kunjungannya yang setia kepada ibunya, kematian putranya, pemakaman yang baru saja didatangi…. Sang dokter meletakkan tangannya pada pundak tuan Armistead dengan penuh simpati kehabisan kata-kata. “Duduklah di sebelahnya,” ia berkata, “mungkin dia akan…” dan ia meninggalkan mereka bersama. Hati tuan Armistead sangat berat saat dia duduk dalam kumpulan senja. Dia menyalakan lampu di sisi ranjang, dan bayang-bayang pun surut. Segera ibunya membuka matanya, dengan senyum yang dikenal, dia meletakkan tangannya pada lutut putranya. “Bob…” dia menyebut namanya dengan penuh kasih -- dan terhanyut dalam situasi koma kembali. Dengan tenang tuan Armistead duduk, tangannya diletakkan pada ibunya, matanya tidak pernah meninggalkan wajah ibunya. Setelah sesaat, ada gerakan kecil di atas bantal. Mata ibunya terbuka dan ada pandangan ke arah yang jauh di dalamnya, seakan-akan ia sedang melihat ke luar ruangan. Ekspresi keheranan melintas di wajahnya. “Saya melihat Yesus,” serunya, menambahkan, "Mengapa ada ayah dan ibu.” Dan kemudian, “Dan ada Robby! Saya tidak tahu bahwa Robby telah meninggal.” Tangannya menepuk lembut lutut anaknya. “Kasihan Bob…” ia berkata dengan lembut, kemudian meninggal.

 

Bagaimana dia dapat mengetahui bahwa Robby telah meninggal jika dia belum melihatnya? Dia melihatnya ketika dia sedang meninggalkan kemah tubuh duniawi ini. Kematian adalah Hari Kelulusan!

 

Ketika mereka tiba di gerbang kematian, TUHAN menyambut mereka yang mengasihi-Nya (Mazmur 116:15, The Message Translation).

 

Doa: “Tuhan, tolong kami untuk menjalani hidup kami sehari-hari dengan mengetahui bahwa suatu hari kami akan melihat Engkau, dan tolong kami menggunakan waktu yang Engkau telah berikan bagi kami untuk mempersiapkannya bagi Kekekalan. Berikan kami mata untuk dapat melihat apakah yang benar-benar penting seperti kami menjalani hidup ini dalam kesiapan bagi hidup yang akan datang. Amin.

 

Pastor Keith Thomas. Email: keiththomas7@gmail.com

Website: www.groupbiblestudy.com

bottom of page